PEMBANGUNAN DAERAH
DKI JAKARTA
Memindahkan kelompok sasaran dari
permukiman kampung ke permukiman teknokratik
seperti rumah susun, hendaknya mempertimbangkan latar belakang sosial, ekonomi,
dan budaya secara komprehensif, juga melibatkan calon penghuni rumah susun
dalam proses perencanaan, yang selama ini cenderung dikesampingkan. Rancangan
yang baik itu misalnya dengan melibatkan penumpang dalam ruang kemudi, arah dan
tujuan dibahas bersama antara pengemudi dan penumpang. Sementara itu, perubahan
sosial yang tak terelakkan pasti akan terjadi, karena yang dipindahkan bukanlah
barang. Mereka berasal dari permukiman padat, dan terkadang kumuh, tapi penuh
dengan nilai-nilai sosial, seperti keeratan dan keakraban. Almarhum Prof. Selo
Soemardjan pernah berpendapat bahwa tinggal di rumah susun itu merasa jauh dari
tetangga, sekalipun fisik berdekatan dan tinggal di rumah susun tidak sebebas
tinggal di permukiman kampung.
Ada dua fakta penting
tentang permukiman kaum miskin kota di ruang publik Jakarta
Fakta
pertama,
kaum miskin kota umumnya bermukim dekat dengan tempat/sumber pekerjaan. Sebagai
contoh, di permukiman Muara Baru di tepi Waduk Pluit yang saya kunjungi, satu
blok dihuni warga asal Makassar yang bekerja di Pelabuhan Sunda Kelapa.
Sementara satu blok lagi dihuni oleh warga yang mengerjakan pesanan pabrik di
sekitar sana (misalnya mengemas mainan plastik).
Fakta
kedua,
permukiman di ruang publik tidak muncul tiba-tiba dan sekaligus banyak. Mereka
tumbuh perlahan, selama belasan bahkan puluhan tahun. Para pemukim umumnya
sadar bahwa mereka “bersalah” menduduki ruang publik. Tetapi, mereka tidak
punya pilihan lain. Mereka harus tinggal dekat sumber pekerjaan, sumber
kehidupan.
Analisis Catatan : Di Jakarta, bahkan
Indonesia bukan hanya kaum miskin yang sering menduduki ruang publik. Orang
kayapun dan pihak perusahaan juga melakukan hal yang sama. Terlalu panjang
untuk membahas bagaimana eksploitasi kapitalistis menghasilkan kondisi seperti
ini, tetapi pokok soalnya adalah bahwa dengan penghasilan yang mereka dapat,
tidak mungkin mereka mencari sendiri hunian yang layak secara formal. Mereka
tak ada pilihan selain membangun hunian sendiri dengan bahan apa adanya di atas
lahan publik.