Selasa, 06 Mei 2014

Postingan 3 Tanggung Jawab Debitor Musnah Atau Dialihkannya Objek




Maurits M. R. Sitohang , Ramli Siregar ,  Windha

Jaminan Fidusia
Teori pertanggung jawaban yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault). Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault)  adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh.
Prinsip ini menyatakan,
pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
a. adanya perbuatan;
b. adanya unsur kesalahan;
c. adanya kerugian yang diderita;
d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian

Kesalahan yang dimaksud adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Tanggung jawab debitor terhadap jaminan benda bergerak yang musnah adalah tetap mengembalikan pinjaman kredit kepada kreditor. Jika benda bergerak yang diasuransikan hilang maka debitor tetap mempertanggungjawabkan pengembalian pinjaman kredit melalui perusahaan asuransi kepada kreditor, walaupun tidak dibayar sepenuhnya oleh perusahaan asuransi dimana objek jaminan diasuransikan. Sisa dari pinjaman kredit yang belum lunas tetap dilunasi oleh pihak debitor. Tetapi jika benda jaminan bergerak tidak diasuransikan ternyata musnah maka debitor bertanggung jawab penuh dalam pengembalian pinjaman kredit kepada kreditor. Hal ini dikarenakan debitor telah terikat dalam perjanjian kredit dengan pihak kreditor. Pada dasarnya setiap perjanjian kredit yang dilaksanakan tidak merugikan pihak kreditor, walaupun dalam pelaksanaan perjanjian kredit itu benda jaminan musnah.
Mengenai perpindahan atau pengalihan hak milik dimaksud haruslah tetap mengacu kepada sistem hukum jaminan yang berlaku, yaitu bahwa pihak penerima jaminan atau kreditor tidak dibenarkan menjadi pemilik yang penuh atas benda tersebut, artinya kewenangan kreditor hanyalah kewenangan yang berhak atas benda jaminan dalam hal ini hanya hak kepemilikan yang beralih sedangkan benda jaminan masih dikuasai oleh pemberi fidusia.
Konsekuensi Konsekuensi hukum jika timbul masalah atau gugatan karena kesalahan (kesengajaan atau kekuranghati-hatian) dari pemberi fidusia sehubungan dengan penggunaan atau pengalihan benda jaminan fidusia, maka pihak penerima fidusia dibebaskan dari tanggung jawab.
Dengan kata lain pihak pemberi fidusia yang bertanggung jawab penuh. Hal ini ditegaskan oleh Pasal 24 UU. No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang menyatakan bahwa : “Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kesalahan (kesengajaan atau kelalaian) dari pihak pemberi fidusia, baik yang timbul karena hubungan kontraktual atau timbul dari perbuatan melanggar hukum, sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.”
Jadi menurut prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault), pihak pemberi fidusia (debitor) bertanggung jawab penuh atas musnah atau dialihkannya objek fidusia dan pihak kreditor berhak menuntut tanggung jawab debitor baik secara perdata maupun pidana apabila objek fidusia musnah atau dialihkan kepada pihak lain.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan atas permasalahan yang dikemukakan untuk diteliti, maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Perlindungan hukum bagi kreditor dalam perjanjian pembiayaan
konsumen baik terhadap masalah musnah atau dialihkannya objek jaminan fidusia ada yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan yang di berikan oleh pemerintah untuk melindungi kreditor yang bersifat preventif menggunakan 2 sistem yaitu : sistem pendaftaran jaminan fidusia dan mengansuransikan objek jaminan. Sedangkan yang bersifat represif dengan pengaturan ancaman pidana bagi debitor yang mengadaikan atau mengalihkan objek jaminan fidusia tanpa seijin kreditor sebagaimana diatur dalam pasal 36 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tetang Jaminan Fidusia.

b. Pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah atau dialihkan dalam suatu perjanjian pembiayaan konsumen menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah debitur tetap bertanggung jawab. Bentuk pertanggungjawaban itu adalah mengembalikan pinjaman kredit. Jika benda objek jaminan fidusia diasuransikan maka akan dilunasi oleh perusahaan asuransi dimana benda jaminan fidusia diasuransikan sesuai dengan isi perjanjian. Apabila masih ada utang yang belum dibayar setelah dikurangi oleh uang dari klaim ansuransi maka debitor wajib melunasinya. Jika benda jaminan fidusia tidak diasuransikan maka debitur bertanggung jawab penuh mengembalikan pinjaman kredit. Hal ini dikarenakan debitur telah terika


DAFTAR PUSTAKA
  •  Abdulkadir Muhamad, 2001, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.
  •  Badrulzaman, Mariam Darus, 1980, Perjanjian baku (standart kontrak),perkembangannya di Indonesia, Alumni, Bandung.
  • Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi, Yogyakarta
  • E. Sumaryono, 1995, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisius, Yogyakarta.
  •  Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
  • Miranda Nasihin, 2012, Segala Tentang Hukum Lembaga Pembiayaan, Buku Pintar, Yogyakarta.
  •  R. Soebekti, 2001, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
  • Shidarta, 2006, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
  • Subekti, 2005, Aneka Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.
  • Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
  • Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
Nama Kelompok: 1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra

Sumber : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/39a4febb1fbf689a02081670ec91c98a.pdf


Postingan 2 Penyesesaian Pembiayaan Bermasalah Melalui Parate Eksekusi Objek Jaminan Fidusia PT. Pegadaian (Persero) Cabang Medan Utama



Maurits M. R. Sitohang , Ramli Siregar ,  Windha

B. PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI PEGADAIAN CABANG MEDAN UTAMA.

Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penyebab timbulnya eksekusi jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cidera janji atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada
penerima fidusia, walaupun pemberi fidusia telah diberikan somasi. Dalam Pasal 29 ayat (1) UUJF, diatur ada 3 (tiga) cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu :
1. Pelaksanaan titel eksekutorial sebagimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh  Penerima Fidusia;
2. penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan;
3. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan para pihak.
Dalam sertifikat Jaminan Fidusia yang diterbitkan Kantor Pendaftaran Fidusia dicantumkan kata-kata :
” Demi Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Esa”. Sertifikat jaminan fidusia ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial adalah
langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.”
Dengan demikian pelaksanaan titel eksekusi (alas hak eksekusi) oleh penerima fidusia mengandung 2 (dua) syarat utama yakni :
1. Debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji
2. Ada sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Selanjutnya meski tidak secara tegas ditentukan cara pelaksanaan titel eksekusi ini (dengan lelang atau di bawah tangan ) namun mengingat sifatnya eksekusi dan mengingat penjualan secara di bawah tangan telah diberi persyaratan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia maka pelaksanaan titel eksekusi ini haruslah dengan cara lelang. Penjualan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri. Penjualan dengan cara ini dikenal dengan nama lembaga Parate Eksekusi dan diharuskan dijual melalui pelelangan umum, dengan demikian Parate Eksekusi kurang lebih adalah kewenangan yang diberikan (oleh undang-undang atau putusan pengadilan) kepada salah satu pihak untuk melaksanakan sendiri secara paksa isi perjanjian manakala pihak yang lainnya wanprestasi. Akan tetapi karena kekuasaan ini harus dibuktikan dengan sertifikasi jaminan fidusia maka praktis eksekusi atas kekuasaan sendiri (Parate Eksekusi) ini mengandung persyaratan yang sama dengan eksekusi atas alas hak eksekusi (titel eksekusi) tersebut pada butir 1 (satu) di atas. Dalam pelaksanaan perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai barang jaminan fidusia antara Perum Pegadaian dengan pihak debitur akan terjadi permasalahan dengan pihak kedua (debitur) apabila debitur terlambat dalam pembayaran angsuran.


Namun pihak Perum Pegadaian mempunyai upaya-upaya yang sekiranya bisa dilakukan bila terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran sebelum dilakukan penarikan terhadap benda
jaminan, upaya-upaya itu antara lain adalah :
1. Upaya-Upaya Persuasif
2. Somasi (Peringatan)
Setelah dilakukan tahapan pra eksekusi, maka dilakukan tahap eksekusia yaitu penarikan barang. Tujuan dilakukannya penarikan barang jaminan adalah untuk menarik kembali kredit yang telah disalurkan kepada nasabah berikut sewa modal dan dendanya yang menjadi hak perusahaan. Penarikan barang jaminan tetap harus dilakukan meskipun klaim asuransi telah diterima, karena masih ada hak pegadaian sebesar 20% yang masih harus diterima. Setelah dikirimi Surat Peringatan III dan sudah memenuhi syarat untuk diajukan klaim asuransi, maka bersamaan dengan pengajuan klaim asuransi, akan dilakukan proses penyitaan/sita/eksekusi terhadap barang jaminan dan penjualan sesuai dengan Pasal 29 UUJF untuk pinjaman yang didaftarkan ke Kantor Fidusia. Sedang terhadap kredit dalam jumlah tertentu Apabila pada akhirnya proses penyitaan tetap harus dilakukan, maka pelaksanaanya dilakukan dengan proses sebagai berikut :
1. Manajer Cabang dan pengelola layanan Pegadaian akan mendatangi langsung ke alamat nasabah;
2. Apabila barang jaminan masih ada, meskipun nasabah, misalnya telah meninggal dunia, maka akan dilakukan pengambilan paksa barang jaminan secara persuasif dengan mengingatkan bahwa sesuai perjanjian kredit yang telah disepakati, maka nasabah/ahli waris nasabah wajib menyerahkan agunan untuk dijual oleh pihak pegadaian guna membayar utang berikut, denda dan biayabiaya lainnya;
3. Dalam proses eksekusi tersebut akan dijelaskan bahwa pemrosesan kredit untuk jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam SE telah diikat secara hukum fidusia sehingga pegadaian punya hak untuk menarik/menyita barang jaminan dan melakukan eksekusi tanpa melalui keputusan pengadilan. Sedang untuk kredit di bawah jumlah tertentu sebagaimana diatur dalam SE, nasabah juga telah sepakat apabila sampai cidera janji sebagaimana telah diatur dalam perjanjian, maka untuk melunasi kredit, nasabah telah memberi kuasa kepada pegadaian untuk menjual agunan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan dan memberi kuasa kepada pegadaian untuk melakukan penjualan tersebut. Jadi upaya penarikan agunan ini mempunyai dasar hukum yang kuat;
4. Apabila nasabah mengadakan perlawanan/menolak memberikan agunan, TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi Juni 2013 7 pihak pegadaian akan mengingatkan bahwa perjanjian yang telah di buat bersama merupakan undang-undang tertinggi bagi para pihak yang membuatnya. Dan pegadaian hanya akan mengambil sisa pokok pinjaman yang belum kembali, sewa modal dengan tarif pelunasan sekaligus, denda dan biaya penarikan barang jaminan;
5. Apabila nasabah menggunakan bantuan lembaga hukum atau melapor ke pihak kepolisian, maka pihak pegadaian akan sedapat mungkin memberikan argumentasi yang kuat bahwa penarikan barang jaminan sudah sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat kedua belah pihak. Kemudian dijelaskan bahwa pegadaian menjalankan usaha dengan peraturan pemerintah No. 103 tahun 2000 dan peraturan lainnya yang sah;
6. Apabila dengan penjelasan tersebut penarikan barang jaminan masih gagal, maka
kepada aparat cabang dibenarkan meminta bantuan aparat penegak hukum atas biaya
perusahaan yang akan diperhitungkan dari hasil penjualan barang jaminan yang berhasil disita.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di proses pelaksanaan penyitaan / sita / eksekusi terhadap barang jaminan dan penjualan dilakuakan sesuai dengan Pasal 29 UUJF untuk pinjaman yang didaftarkan ke Kantor Fidusia. Sedang terhadap kredit dalam jumlah tertentu yang tidak didaftarkan ke Kantor Fidusia, penyitaan dilakukan karena nasabah telah memberi kuasa kepada pegadaian untuk menjual agunan bila nasabah tidak menepati janji
membayar kewajibannya sesuai yang tertera dalam perjanjian utang piutang. Menurut mereka
nilai jaminan yang biasanya tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia adalah Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) ke bawah. Dengan pertimbangan nilainya kecil dan angsurannya tidak lama. Itu berarti di Pegadaian apabila debitur atau Pemberi Fidusia wanprestasi akan diberlakukan Pasal 29 ayat (1) huruf c dengan pengecualian pelaksanaan penjualan tanpa pengumuman melalui surat kabar. Terhadap benda dengan jaminan fidusia demikian maka eksekusinya dilakukan sendiri oleh pegadaian, baik dengan cara melakukan
pendekatan secara pribadi agar pemberi fidusia melunasi utangnya atau angsuran utang tersebut ditindak-lanjuti dengan mengambil objek jaminan fidusia atas persetujuan pemberi fidusia karena pemberi fidusia sudah tidak mampu lagi melanjutkan membayar angsurannya. Terhadap tindakan yang demikian Pegadaian mendasarkan pada perjanjian yang salah satu dokumenya adalah surat kuasa pengambil benda jaminan fidusia yang telah diberikan pemberi fidusia kepada Pegadaian.


C. UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP HAMBATAN YANG TIMBUL DALAM PRAKTIK PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DI PEGADAIAN CABANG MEDAN UTAMA

Berdasarkan hasil penelitian penulis dan wawancara dengan Eko Supriyanto. Manajer Bisnis Kanwil I Medan menyatakan bahwa, kelemahan jaminan fidusia dengan menyerahkan hak milik atas dasar kepercayaan saja menyebabkan kendala-kendala dalam
pelaksanaannya, yaitu :
1. Adanya fidusia ulang
2. Akta jaminan fidusia yang hilang
3. Adanya sertifikat jaminan fidusia yang rusak
4. Adanya kesalahan penulisan pada pernyataan pendaftaran fidusia
5. Barang sudah dikuasai pihak lain
6. Barang yang menjadi objek jaminan sudah dalam kondisi rusak
7. Nilai barang yang menjadi objek jaminan sudah dibawah sisa pinjaman
Pegadaian, khususnya dalam kegiatan pembiayaan dengan jaminan fidusianya, telah mampu meningkatkan daya saingnya sebagai suatu Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) dapat menerapkan upaya preventif yang akan diuraikan sebagai berikut :
Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah (KPMN) atau yang biasa disebut dengan Know Your Costomer Priciples (KYC). Meliputi kebijakan penerimaan dan identifikasi nasabah, untuk menjadi nasabah perusahaan pembiayaan,
calon nasabah harus melengkapi data sebagaimana yang ditentukan dalam formulir
aplikasi dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana mestinya. Perusahaan Pembiayaan wajib menolak calon nasabah yang tidak memenuhi kelengkapan data dan dokumen pendukung yang ditentukan dan atau yang diragukan kebenarannya.
Hal lain yang terkait dengan Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah dibagi meliputi :
1. Kebijakan Pemantauan dan Pelaporan Dokumen yang berkaitan dengan identitas Nasabah Perusahaan Pembiayaan, termasuk perantara dan atau pihak lain (beneficial owner), disimpan sampai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun sejak perikatan dengan
Nasabah diakhiri. Pelaporan transaksi yang mencurigakan bagi Perusahaan Pembiayaan
adalah bersifat rahasia dan pejabat, pegawai dan Perusahaan Pembiayaan wajib merahasiakan pelaporan transaksi yang mencurigakan tersebut.
2. Kebijakan manajemen resiko Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan Prinsip Mengenal Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan dan prosedur manajemen risiko LKNB secara keseluruhan. Dalam melakukan audit, Internal Auditor Perusahaan Pembiayaan harus mengevaluasi kepatuhan unit-unit kerja Perusahaan
Pembiayaan terhadap Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenai Nasabah. Program pelatihan Prinsip Mengenai Nasabah dilaksanakan sesuai dengan usulan UKPN
dan dilakukan secara berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan pejabat, pegawai Perusahaan Pembiayaan dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.


Analisa kredit Perum Pegadaian Cabang Medan Utama dalam menganalisis kredit menggunakan beberapa pertimbangan yaitu :
1. Aspek keuangan yaitu meliputi : perputaran aliran kas/ pendapatan perbulan, kemampuan membayar, perhitungan laba-rugi
2. Aspek teknis meliputi : lokasi usaha, bangunan
3. Aspek sosial ekonomi meliputi : dampak lingkungan dari pemberian kredit, lapangan kerja yang tercipta.
4. Aspek pemasaran meliputi : situasi persaingan, pangsa pasar, peluang bisnis,
daya beli masyarakat Analisis kredit didasarkan pada kecermatan atas kemampuan meminimalkan resiko yang akan terjadi, namun dalam praktiknya resiko tersebut tidak mungkin hilang 100% tetapi dapat diminimalisir secara cermat dan berhatihati terhadap karakter debitur yang suka ingkar janji.
Asuransi
Benda yang menjadi objek jaminan fidusia tetap berada di tangan debitur, meskipun hak miliknya telah berpindah menjadi milik kreditur, sudah menjadi kewajiban debitur yang beritikad baik untuk menjaga dan memelihara objek jaminan fidusia, namun apabila kemudian terjadi musibah yang mengakibatkan hilang, rusak atau berkurangnya nilai suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia, maka nilai benda tersebut akan menjadi tidak berharga atau telah menjadi lebih kecil daripada jumlah utang atau sisa utang debitur. Hal ini akan menjadi masalah apabila dalam pelaksanaannya, debitur tidak dapat melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan tidak dapat melakukan pembayaran atas utangnya, karena seharusnya penyelesaian atas permasalahan ini adalah dilakukannya eksekusi oleh kreditur atas objek jaminan fidusia kemudian melakukan penjualan atau lelang atas objek jaminan fidusia tersebut, dengan berkurang atau menjadi tidak berharganya objek jaminan fidusia maka tentu saja kreditur akan mengalamikerugian. Pasal 10 UUJF yang menyebutkan, bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan fidusia tersebut termasuk klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi objekjaminan diasuransikan.

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian serta penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan berikut:
1. Hak Pengelolaan yayasan merupakan suatu proses untuk merumuskan kebijaksanaan
dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan. Dalam menjalankan kegiatan yayasan, yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas yang bertindak sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing sesuai dengan UU Yayasan dan anggaran dasar yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan tersebut. Pengelolaan yayasan dalam arti luas dapat berarti suatu proses yang dilakukan oleh organ yayasan terhadap segala kegiatan yayasan berdasarkan anggaran dasar dan UU Yayasan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan. Sedangkan pengelolaan dalam arti sempit merupakan kepengurusan yang dilakukan oleh organ yayasan dalam kegiatan
hariannya.
2. Pengurus merupakan organ yayasan yang melakukan kepengurusan yayasan. Pengurus bertanggung jawab penuh terhadap kegiatan yayasan untuk kepentingan dan tujuan
yayasan. Terdapat 2 (dua) peranan pengurus dalam yayasan, yaitu selain sebagai pihak
yang melakukan kepengurusan yayasan, pengurus juga mewakili yayasan didalam dan
diluar pengadilan. Agar yayasan dapat pengurus harus melaksanakan kegiatan
yayasan berdasarkan tugas dan kewenangannya sesuai dengan anggaran dasar dan UU Yayasan serta pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan yayasan tersebut.
3. Pengurus dikatakan melakukan penyalahgunaan kewenangan apabila
pengurus melakukan tindakan atau perbuatan hukum diluar batasan kewenangannya yang tercantum dalam anggaran dasar dan uu yayasan sehingga menimbulkan akibat. Akibat
yang ditimbulkan berupa kerugian yang dialami oleh yayasan maupun terhadap pihak lain. Terhadap penyalahgunaan kewenangan tersebut maka pengurus dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata dan pidana. Pertanggungjawaban secara perdata dapat berupa ganti rugi atas kerugian yang ditimbulkan sedangkan pertanggungjawaban
secara pidana berupa pidana penjara berserta tambahannya.

B. SARAN
Adapun saran yang dapat penulis kemukakan disini sebagai bahan pertimbangan guna
penyempurnaan dikemudian hari adalah:
1. Sesuai dengan fungsi yayasan yaitu sebagai suatu wadah yang menampung masyarakat
dalam menjalakan kegiatan yang bersifat kemanusiaan, keagamaan dan sosial. Hendaknya pendirian yayasan benar untuk kepentingan sosial bukan sebagai tempat mencari keuntungan seperti badan hukum lainnya. Apabila suatu lembaga yang bertujuan untuk mencari keuntungan, sebaiknya bukan mendirikan yayasan yang bersifat nirlaba, tetapi badan hukum yang memang bertujuan untuk mencari keuntungan seperti Perseroan Terbatas (PT) atau Perseroan Komanditer (CV). Pengelolaan yayasan sebaiknya dilakukan oleh orang yang benar-benar dengan sukarela ingin menjadi organ yayasan dan juga orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam menjalankan pengelolaan yayasan.
2. Pengurus yayasan didalam menjalankan kegiatan yayasan wajib berdasarkan pada anggaran dasar dan UU Yayasan agar dapat mencapai maksud dan tujuan dari pada yayasan tersebut. Anggaran dasar dan UU Yayasan telah jelas menyebutkan batasan kewenangan dan larangan-larangan terhadap pengurus. Pengurus harus mengetahui jelas perbuatan-perbuatan yang akan dilakukan terhadap yayasan dengan mengingat kembali tujuan dari yayasan tersebut adalah bersifat sosial bukan bersifat komersial seperti badan hukum lain yang tujuannya memperoleh keuntungan.
3. Pengurus yang apabila melakukan kesalahan dalam mengurus yayasan, kiranya dapat mempertanggungjawabkan segala perbuatan kesalahan yang telah ia lakukan baik secara perdata maupun pidana.







DAFTAR PUSTAKA
Buku
  • Shofie, Yusuf. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2008.
  • Sitompul, Josua. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Cetakan Pertama. Jakarta: Tatanusa. 2012.
  • Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Cetakan Pertama. Jakarta: Visimedia. 2008.
  • Usman, Rachmadi. Hukum Ekonomi Dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan. 2000.
  • Widjaja, Gunawan. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000.
      
      Nama Kelompok:
1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra
 
Sumber : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/39a4febb1fbf689a02081670ec91c98a.pdf