Maurits M. R. Sitohang , Ramli Siregar , Windha
B. PELAKSANAAN
PARATE EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM UPAYA PENYELESAIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH
DI PEGADAIAN CABANG MEDAN UTAMA.
Eksekusi jaminan fidusia adalah penyitaan dan
penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Penyebab timbulnya eksekusi
jaminan fidusia ini adalah karena debitur atau pemberi fidusia cidera janji
atau tidak memenuhi prestasinya tepat pada waktunya kepada
penerima
fidusia, walaupun pemberi fidusia telah diberikan somasi. Dalam Pasal 29 ayat
(1) UUJF, diatur ada 3 (tiga) cara eksekusi benda jaminan fidusia, yaitu :
1.
Pelaksanaan titel eksekutorial sebagimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh Penerima Fidusia;
2.
penjualan Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan;
3.
penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan Pemberi dan Penerima
Fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan
para pihak.
Dalam sertifikat Jaminan Fidusia yang diterbitkan
Kantor Pendaftaran Fidusia dicantumkan kata-kata :
” Demi
Keadilan Berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Esa”. Sertifikat jaminan fidusia ini mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap. Yang dimaksud dengan kekuatan eksekutorial adalah
langsung
dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat
para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut.”
Dengan demikian pelaksanaan titel eksekusi (alas
hak eksekusi) oleh penerima fidusia mengandung 2 (dua) syarat utama yakni :
1.
Debitur atau Pemberi Fidusia cidera janji
2. Ada
sertifikat Jaminan Fidusia yang mencantumkan ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.
Selanjutnya meski tidak secara tegas ditentukan
cara pelaksanaan titel eksekusi ini (dengan lelang atau di bawah tangan ) namun
mengingat sifatnya eksekusi dan mengingat penjualan secara di bawah tangan
telah diberi persyaratan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia
maka pelaksanaan titel eksekusi ini haruslah dengan cara lelang. Penjualan
benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaan Penerima Fidusia
sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan. Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual
benda obyek jaminan fidusia atas kekuasaanya sendiri. Penjualan dengan cara ini
dikenal dengan nama lembaga Parate Eksekusi dan diharuskan dijual melalui
pelelangan umum, dengan demikian Parate Eksekusi kurang lebih adalah kewenangan
yang diberikan (oleh undang-undang atau putusan pengadilan) kepada salah satu
pihak untuk melaksanakan sendiri secara paksa isi perjanjian manakala pihak
yang lainnya wanprestasi. Akan tetapi karena kekuasaan ini harus dibuktikan
dengan sertifikasi jaminan fidusia maka praktis eksekusi atas kekuasaan sendiri
(Parate Eksekusi) ini mengandung persyaratan yang sama dengan eksekusi atas
alas hak eksekusi (titel eksekusi) tersebut pada butir 1 (satu) di atas. Dalam
pelaksanaan perjanjian utang piutang dengan kendaraan bermotor sebagai barang
jaminan fidusia antara Perum Pegadaian dengan pihak debitur akan terjadi
permasalahan dengan pihak kedua (debitur) apabila debitur terlambat dalam
pembayaran angsuran.
Namun pihak
Perum Pegadaian mempunyai upaya-upaya yang sekiranya bisa dilakukan bila
terjadi keterlambatan dalam pembayaran angsuran sebelum dilakukan penarikan
terhadap benda
jaminan,
upaya-upaya itu antara lain adalah :
1.
Upaya-Upaya Persuasif
2.
Somasi (Peringatan)
Setelah dilakukan tahapan pra eksekusi, maka
dilakukan tahap eksekusia yaitu penarikan barang. Tujuan dilakukannya penarikan
barang jaminan adalah untuk menarik kembali kredit yang telah disalurkan kepada
nasabah berikut sewa modal dan dendanya yang menjadi hak perusahaan. Penarikan
barang jaminan tetap harus dilakukan meskipun klaim asuransi telah diterima,
karena masih ada hak pegadaian sebesar 20% yang masih harus diterima. Setelah dikirimi
Surat Peringatan III dan sudah memenuhi syarat untuk diajukan klaim asuransi,
maka bersamaan dengan pengajuan klaim asuransi, akan dilakukan proses
penyitaan/sita/eksekusi terhadap barang jaminan dan penjualan sesuai dengan
Pasal 29 UUJF untuk pinjaman yang didaftarkan ke Kantor Fidusia. Sedang
terhadap kredit dalam jumlah tertentu Apabila pada akhirnya proses penyitaan tetap
harus dilakukan, maka pelaksanaanya dilakukan dengan proses sebagai berikut :
1.
Manajer Cabang dan pengelola layanan Pegadaian akan mendatangi langsung ke alamat
nasabah;
2.
Apabila barang jaminan masih ada, meskipun nasabah, misalnya telah meninggal
dunia, maka akan dilakukan pengambilan paksa barang jaminan secara persuasif
dengan mengingatkan bahwa sesuai perjanjian kredit yang telah disepakati, maka
nasabah/ahli waris nasabah wajib menyerahkan agunan untuk dijual oleh pihak
pegadaian guna membayar utang berikut, denda dan biayabiaya lainnya;
3.
Dalam proses eksekusi tersebut akan dijelaskan bahwa pemrosesan kredit untuk jumlah
tertentu sebagaimana diatur dalam SE telah diikat secara hukum fidusia sehingga
pegadaian punya hak untuk menarik/menyita barang jaminan dan melakukan eksekusi
tanpa melalui keputusan pengadilan. Sedang untuk kredit di bawah jumlah
tertentu sebagaimana diatur dalam SE, nasabah juga telah sepakat apabila sampai
cidera janji sebagaimana telah diatur dalam perjanjian, maka untuk melunasi
kredit, nasabah telah memberi kuasa kepada pegadaian untuk menjual agunan
kredit sesuai dengan yang diperjanjikan dan memberi kuasa kepada pegadaian
untuk melakukan penjualan tersebut. Jadi upaya penarikan agunan ini mempunyai
dasar hukum yang kuat;
4. Apabila nasabah
mengadakan perlawanan/menolak memberikan agunan, TRANSPARENCY, Jurnal Hukum Ekonomi
Juni 2013 7 pihak pegadaian akan mengingatkan bahwa perjanjian
yang telah di buat bersama merupakan undang-undang tertinggi bagi para pihak
yang membuatnya. Dan pegadaian hanya akan mengambil sisa pokok pinjaman yang belum
kembali, sewa modal dengan tarif pelunasan sekaligus, denda dan biaya penarikan
barang jaminan;
5. Apabila nasabah
menggunakan bantuan lembaga hukum atau melapor ke pihak kepolisian, maka pihak
pegadaian akan sedapat mungkin memberikan argumentasi yang kuat bahwa penarikan
barang jaminan sudah sesuai dengan isi perjanjian yang dibuat kedua belah
pihak. Kemudian dijelaskan bahwa pegadaian menjalankan usaha dengan peraturan
pemerintah No. 103 tahun 2000 dan peraturan lainnya yang sah;
6. Apabila
dengan penjelasan tersebut penarikan barang jaminan masih gagal, maka
kepada
aparat cabang dibenarkan meminta bantuan aparat penegak hukum atas biaya
perusahaan
yang akan diperhitungkan dari hasil penjualan barang jaminan yang berhasil disita.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di
proses pelaksanaan penyitaan / sita / eksekusi terhadap barang jaminan dan
penjualan dilakuakan sesuai dengan Pasal 29 UUJF untuk pinjaman yang
didaftarkan ke Kantor Fidusia. Sedang terhadap kredit dalam jumlah tertentu yang
tidak didaftarkan ke Kantor Fidusia, penyitaan dilakukan karena nasabah telah memberi
kuasa kepada pegadaian untuk menjual agunan bila nasabah tidak menepati janji
membayar
kewajibannya sesuai yang tertera dalam perjanjian utang piutang. Menurut mereka
nilai
jaminan yang biasanya tidak didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia adalah Rp
10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) ke bawah. Dengan pertimbangan nilainya kecil dan angsurannya
tidak lama. Itu berarti di Pegadaian apabila debitur atau Pemberi Fidusia
wanprestasi akan diberlakukan Pasal 29 ayat (1) huruf c dengan pengecualian
pelaksanaan penjualan tanpa pengumuman melalui surat kabar. Terhadap benda
dengan jaminan fidusia demikian maka eksekusinya dilakukan sendiri oleh
pegadaian, baik dengan cara melakukan
pendekatan
secara pribadi agar pemberi fidusia melunasi utangnya atau angsuran utang
tersebut ditindak-lanjuti dengan mengambil objek jaminan fidusia atas
persetujuan pemberi fidusia karena pemberi fidusia sudah tidak mampu lagi melanjutkan
membayar angsurannya. Terhadap tindakan yang demikian Pegadaian mendasarkan pada
perjanjian yang salah satu dokumenya adalah surat kuasa pengambil benda jaminan
fidusia yang telah diberikan pemberi fidusia kepada Pegadaian.
C.
UPAYA PENCEGAHAN TERHADAP HAMBATAN YANG TIMBUL DALAM PRAKTIK PARATE EKSEKUSI
JAMINAN FIDUSIA DI PEGADAIAN CABANG MEDAN UTAMA
Berdasarkan
hasil penelitian penulis dan wawancara dengan Eko Supriyanto. Manajer Bisnis
Kanwil I Medan menyatakan bahwa, kelemahan jaminan fidusia dengan menyerahkan hak
milik atas dasar kepercayaan saja menyebabkan kendala-kendala dalam
pelaksanaannya,
yaitu :
1.
Adanya fidusia ulang
2. Akta
jaminan fidusia yang hilang
3.
Adanya sertifikat jaminan fidusia yang rusak
4.
Adanya kesalahan penulisan pada pernyataan pendaftaran fidusia
5.
Barang sudah dikuasai pihak lain
6.
Barang yang menjadi objek jaminan sudah dalam kondisi rusak
7.
Nilai barang yang menjadi objek jaminan sudah dibawah sisa pinjaman
Pegadaian, khususnya dalam kegiatan pembiayaan
dengan jaminan fidusianya, telah mampu meningkatkan daya saingnya sebagai suatu
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) dapat menerapkan upaya preventif yang akan diuraikan
sebagai berikut :
Kebijakan
Prinsip Mengenal Nasabah Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah (KPMN) atau yang
biasa disebut dengan Know Your Costomer
Priciples (KYC). Meliputi kebijakan penerimaan
dan identifikasi nasabah, untuk menjadi nasabah perusahaan pembiayaan,
calon
nasabah harus melengkapi data sebagaimana yang ditentukan dalam formulir
aplikasi
dengan dilengkapi dokumen pendukung sebagaimana mestinya. Perusahaan Pembiayaan
wajib menolak calon nasabah yang tidak memenuhi kelengkapan data dan dokumen
pendukung yang ditentukan dan atau yang diragukan kebenarannya.
Hal
lain yang terkait dengan Kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah dibagi meliputi :
1.
Kebijakan Pemantauan dan Pelaporan Dokumen yang berkaitan dengan identitas Nasabah
Perusahaan Pembiayaan, termasuk perantara dan atau pihak lain (beneficial owner),
disimpan sampai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun sejak perikatan dengan
Nasabah
diakhiri. Pelaporan transaksi yang mencurigakan bagi Perusahaan Pembiayaan
adalah
bersifat rahasia dan pejabat, pegawai dan Perusahaan Pembiayaan wajib merahasiakan
pelaporan transaksi yang mencurigakan tersebut.
2. Kebijakan
manajemen resiko Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan
Prinsip Mengenal Nasabah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan
dan prosedur manajemen risiko LKNB secara keseluruhan. Dalam melakukan audit,
Internal Auditor Perusahaan Pembiayaan harus mengevaluasi kepatuhan unit-unit
kerja Perusahaan
Pembiayaan
terhadap Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenai Nasabah. Program
pelatihan Prinsip Mengenai Nasabah dilaksanakan sesuai dengan usulan UKPN
dan
dilakukan secara berkala dan berkesinambungan untuk meningkatkan kemampuan
pejabat, pegawai Perusahaan Pembiayaan dalam penerapan Prinsip Mengenal
Nasabah.
Analisa
kredit Perum Pegadaian Cabang Medan Utama dalam menganalisis kredit menggunakan
beberapa pertimbangan yaitu :
1.
Aspek keuangan yaitu meliputi : perputaran aliran kas/ pendapatan perbulan,
kemampuan membayar, perhitungan laba-rugi
2.
Aspek teknis meliputi : lokasi usaha, bangunan
3.
Aspek sosial ekonomi meliputi : dampak lingkungan dari pemberian kredit, lapangan
kerja yang tercipta.
4.
Aspek pemasaran meliputi : situasi persaingan, pangsa pasar, peluang bisnis,
daya
beli masyarakat Analisis kredit didasarkan pada kecermatan atas kemampuan
meminimalkan resiko yang akan terjadi, namun dalam praktiknya resiko tersebut
tidak mungkin hilang 100% tetapi dapat diminimalisir secara cermat dan
berhatihati terhadap karakter debitur yang suka ingkar janji.
Asuransi
Benda
yang menjadi objek jaminan fidusia tetap berada di tangan debitur, meskipun hak
miliknya telah berpindah menjadi milik kreditur, sudah menjadi kewajiban
debitur yang beritikad baik untuk menjaga dan memelihara objek jaminan fidusia,
namun apabila kemudian terjadi musibah yang mengakibatkan hilang, rusak atau berkurangnya
nilai suatu benda yang dijadikan objek jaminan fidusia, maka nilai benda
tersebut akan menjadi tidak berharga atau telah menjadi lebih kecil daripada
jumlah utang atau sisa utang debitur. Hal ini akan menjadi masalah apabila dalam
pelaksanaannya, debitur tidak dapat melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan
tidak dapat melakukan pembayaran atas utangnya, karena seharusnya penyelesaian
atas permasalahan ini adalah dilakukannya eksekusi oleh kreditur atas objek
jaminan fidusia kemudian melakukan penjualan atau lelang atas objek jaminan
fidusia tersebut, dengan berkurang atau menjadi tidak berharganya objek jaminan
fidusia maka tentu saja kreditur akan mengalamikerugian. Pasal 10 UUJF yang
menyebutkan, bahwa jaminan fidusia meliputi semua hasil dari benda jaminan
fidusia tersebut termasuk klaim asuransi, dalam hal benda yang menjadi
objekjaminan diasuransikan.
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian serta penjelasan pada bab-bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan berikut:
1. Hak
Pengelolaan yayasan merupakan suatu proses untuk merumuskan kebijaksanaan
dalam
mencapai maksud dan tujuan yayasan. Dalam menjalankan kegiatan yayasan, yayasan
mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas yang bertindak
sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing sesuai dengan UU Yayasan
dan anggaran dasar yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan tersebut.
Pengelolaan yayasan dalam arti luas dapat berarti suatu proses yang dilakukan oleh
organ yayasan terhadap segala kegiatan yayasan berdasarkan anggaran dasar dan
UU Yayasan dalam mencapai maksud dan tujuan yayasan. Sedangkan pengelolaan
dalam arti sempit merupakan kepengurusan yang dilakukan oleh organ yayasan
dalam kegiatan
hariannya.
2.
Pengurus merupakan organ yayasan yang melakukan kepengurusan yayasan. Pengurus bertanggung
jawab penuh terhadap kegiatan yayasan untuk kepentingan dan tujuan
yayasan.
Terdapat 2 (dua) peranan pengurus dalam yayasan, yaitu selain sebagai pihak
yang
melakukan kepengurusan yayasan, pengurus juga mewakili yayasan didalam dan
diluar
pengadilan. Agar yayasan dapat pengurus harus melaksanakan kegiatan
yayasan
berdasarkan tugas dan kewenangannya sesuai dengan anggaran dasar dan UU Yayasan
serta pengurus bertanggung jawab atas kepengurusan yayasan tersebut.
3.
Pengurus dikatakan melakukan penyalahgunaan kewenangan apabila
pengurus
melakukan tindakan atau perbuatan hukum diluar batasan kewenangannya yang tercantum
dalam anggaran dasar dan uu yayasan sehingga menimbulkan akibat. Akibat
yang
ditimbulkan berupa kerugian yang dialami oleh yayasan maupun terhadap pihak lain.
Terhadap penyalahgunaan kewenangan tersebut maka pengurus dapat dimintai
pertanggungjawaban
secara perdata dan pidana. Pertanggungjawaban secara perdata dapat berupa ganti
rugi atas kerugian yang ditimbulkan sedangkan pertanggungjawaban
secara
pidana berupa pidana penjara berserta tambahannya.
B.
SARAN
Adapun
saran yang dapat penulis kemukakan disini sebagai bahan pertimbangan guna
penyempurnaan
dikemudian hari adalah:
1.
Sesuai dengan fungsi yayasan yaitu sebagai suatu wadah yang menampung
masyarakat
dalam
menjalakan kegiatan yang bersifat kemanusiaan, keagamaan dan sosial. Hendaknya
pendirian yayasan benar untuk kepentingan sosial bukan sebagai tempat mencari
keuntungan seperti badan hukum lainnya. Apabila suatu lembaga yang bertujuan
untuk mencari keuntungan, sebaiknya bukan mendirikan yayasan yang bersifat
nirlaba, tetapi badan hukum yang memang bertujuan untuk mencari keuntungan seperti
Perseroan Terbatas (PT) atau Perseroan Komanditer (CV). Pengelolaan yayasan
sebaiknya dilakukan oleh orang yang benar-benar dengan sukarela ingin menjadi organ
yayasan dan juga orang-orang yang memiliki pengetahuan dalam menjalankan pengelolaan
yayasan.
2.
Pengurus yayasan didalam menjalankan kegiatan yayasan wajib berdasarkan pada anggaran
dasar dan UU Yayasan agar dapat mencapai maksud dan tujuan dari pada yayasan
tersebut. Anggaran dasar dan UU Yayasan telah jelas menyebutkan batasan kewenangan
dan larangan-larangan terhadap pengurus. Pengurus harus mengetahui jelas perbuatan-perbuatan
yang akan dilakukan terhadap yayasan dengan mengingat kembali tujuan dari
yayasan tersebut adalah bersifat sosial bukan bersifat komersial seperti badan hukum
lain yang tujuannya memperoleh keuntungan.
3.
Pengurus yang apabila melakukan kesalahan dalam mengurus yayasan, kiranya dapat
mempertanggungjawabkan segala perbuatan kesalahan yang telah ia lakukan baik
secara perdata maupun pidana.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
- Shofie, Yusuf. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2008.
- Sitompul, Josua. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Cetakan Pertama. Jakarta: Tatanusa. 2012.
- Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Cetakan Pertama. Jakarta: Visimedia. 2008.
- Usman, Rachmadi. Hukum Ekonomi Dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan. 2000.
- Widjaja, Gunawan. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000.
Nama Kelompok:
1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra
1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra
Sumber
: http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/39a4febb1fbf689a02081670ec91c98a.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar