Maurits M. R. Sitohang , Ramli Siregar , Windha
ABSTRACT
Fiduciary
agreement is defined as a contract whereby a person, as a debtor (fiduciary
assignor party) agrees with another person, the creditor (the fiduciary
assignee party) which is mostly a credit institution or similar regulated
entity, on the transfer of ownership of moveable assets constituting a
fiduciary estate to the aforementioned fiduciary subject to obligations
determined by the parties. This is why this agreement also called as the
fiduciary transfer of ownership. This kind of agreement represent a less costly
and more efficient choice, as the creditor did not have to keep and taking care
of the assets, while the debtor still maintains the possession and able to make
use of the encumbered assets. In other words, only the legal right of ownership
of the assets are temporarily transferred to the hand of a creditor as security
/ guarantee for the debtor obligations, until the debt is repaid. For these
reason, such agreement are considered to be a useful alternatives in
arrangement of a credit facilities for both credit institution, in this case
PT. Pegadaian (Persero) Cabang Medan Utama and their customer.
This research is meant to see how the
direct execution on a fiduciary guarantee as a settlement of a non-performing
loan on a fiduciary agreement at PT. Pegadaian (Persero) Cabang Medan Utama
through a juridical approach using a methods that focused on the legal rules
related the problems, with the qualitative data analysis to the laws with
theorical concepts, opinions of experts, and other legislations relating to
this study, and then to be compared with the field data. Execution by using an
executorial title must be carried out by a civil lawsuit filed to the
courthouse, which is then will be titled by the court of justice to proceed the
execution, according to the courthouse’ verdict. Fiduciary transfer of
ownership, prior to the Law No. 42 of 1999 concerning Fiduciary Transfer
entitled the creditor the right to directly executed the guaranteed assets and
then allowing the creditor to sell the goods to satisfy his debt, followed by
returning what remains from the
proceeds
of the sale to the debtor.
PENDAHULUAN
Terkait
dengan jaminan fidusia, saat inilembaga-lembaga pegadaian telah menerapkan
pemberian pembiayaan ke masyarakat dengan menggunakan jaminan fidusia. Oleh
karenanya, walaupun disebut sebagai lembaga pegadaian, namun dikarenakan
objeknya adalah benda bergerak, maka lembaga-lembaga pegadaian banyak yang
membuka diri untuk memberikan pembiayaan dengan jaminan fidusia. Fidusia
dianggap sebagai jaminan yang lebih cocok bagi pegadaian ataupun nasabahnya
untuk barang bergerak, karena debitur tidak perlu menyediakan tempat menyimpan
dan merawat barangnya. Dalam jaminan ini barang tidak diserahkan pada kreditur
tetapi masih dalam kekuasaan debitur, hanya hak miliknya diserahkan secara
kepercayaan. Selama utangnya belum dibayar lunas oleh debitur, maka hak milik
barang berpindah untuk sementara waktu kepada kreditur. Apabila pemegang
Fidusia mengalami kesulitan di lapangan, maka ia dapat meminta pengadilan
setempat melalui juru sita membuat suatu penetapan permohonan bantuan
pengamanan eksekusi. Bantuan pengamanan eksekusi ini bias ditujukan kepada
aparat kepolisian, pamongpraja, dan pamong desa / kelurahan dimana benda objek
jaminan fidusia
berada.
Dengan demikian, apabila debitur wanprestasi atau tidak dapat melunasi
utangutangnya atau tidak mampu menebus barangnya sampai habis jangka waktu yang
telah ditentukan, maka pihak kreditur berhak untuk melelang barang Fidusia
tersebut dan hasil dari penjualan lelang tersebut sebagian untuk melunasi utang
kreditnya dan sebagian lagi untuk biaya yang dikeluarkan untuk melelang barang
tersebut dan sisanya diberikan kepada debitur. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukankreditur terhadap objek Jaminan fidusia apabila debitur cidera janji,7 antara lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Selanjutnya disebut UUJF),
dengan pelaksanaan titel eksekutorial, dapat pula dengan menjual benda yang
menjadi jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui
pelelangan umum lalu mengembalikan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan,
atau dengan melakukan penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan
kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Dari uraian tersebut maka dapat
dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut: pelaksanaan parate eksekusi sebagai
penyelesaian pembiayaan yang bermasalah di pegadaian cabang medan utama dan
pelaksanaan perjanjian pembiayaan dengan jaminan fidusia pegadaian cabang medan
utama, dan bagaimana upaya pencegahan terhadap hambatan-hambatan yang dapat
timbul dalam praktik parate eksekusinya.
METODE PENELITIAN
A.
SPESIFIKASI PENELITIAN
Jenis
penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif dengan
mendeskripsikan
secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu keadaan yang menjadi objek
penelitian dengan mendasarkan penelitian pada ketentuan hukum normatif.
B.
SUMBER DATA
Data
penelitian yang dipergunakan adalah data sekunder yang terdiri dari: Pertama, bahan
hukum primer antara lain Undang-Undang yang terkait; Kedua, bahan
hukum sekunder adalah bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti; Ketiga, bahan
hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia.
C.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan penulis untuk mengumpulkan data penelitian
ini adalah melalui studi pustaka (library research) yang
berupa pengambilan data yang berasal dari bahan literatur atau tulisan ilmiah
berkaitan dengan objek yang diteliti.
D.
ANALISIS DATA
Jenis
analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif
kualitatif
yang
menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku
seperti
perundang-undangan. Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan,
dianalisis dengan deskriptif kualitatif yakni menggambarkan secara menyeluruh
pokok permasalahan dan menganalisis data tersebut menurut kualitas dan
kebenarannya kemudian dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN
PERJANJIAN PEMBIAYAAN DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI
PEGADAIAN CABANG MEDAN UTAMA
Fidusia
menurut asal katanya berasal dari fides yang berarti kepercayaan. Sesuai dengan arti kata ini, maka hubungan hukum antara debitur
(pemberi fidusia) dan kreditur (penerima fidusi) merupakan hubungan hukum yang
berdasarkan kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa penerima fidusia mau
mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan, setelah dilunasi
utangnya. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pemberi fidusia tidak akan
menyalahgunakan barang jaminan yang berada dalam kekuasaannya. Pasal 1 UUJF
memberikan batasan dan pengertian sebagai berikut: “Fidusia adalah pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda
yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
“Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia, sebagai agunana bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Berdasarkan defenisi yang diberikan di atas, jelas bahwa fidusia dibedakan dari
jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak
kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk
fidusia. Ini berarti pranata jaminan fidusia yang diatur dalam UUJF ini adalah
pranata jaminan fidusia sebagaimana dimaksud fiducia cum creditore
contracta di atas. Dalam pelaksanaan KREASI objek
jaminannya di bawah kekuasaan debitur secara fisik, tetapi hak kepemilikan
sudah berada di bawah penguasaan Perum Pegadaian sebagai Kreditur, selama
menjadi agunan Kredit Angsuran Sistem Fidusia. Dan sebagai konsekuensinya,
nasabah wajib memelihara dan merawat dengan baik objek jaminan tersebut.
Nasabah dilarang keras memindahkan hak kepemilikannya atau membebani hak
tanggungan lain selama perjanjian kredit berlangsung. Apabila sampai melakukan
hal tersebut, maka dapat diajukan proses pidana. Dan apabila nasabah sampai
cidera janji, maka Perum Pegadaian berhak untuk menarik dan melakukan eksekusi
atas barang jaminan sebagai upaya menutup seluruh kewajiban nsabah. Sampai
dengan saat ini, objek jaminan Kredit Angsuran Sistem Fidusia hanya dibatasi
pada kendaraan bermotor roda empat atau lebih, baik plat hitam maupun plat
kuning, dan kendaraan bermotor roda dua. Perjanjian kredit angsuran sistem
Fidusia adalah penyediaan sejumlah dana, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam pegadaian dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
objek jaminan dan bunga. Kredit yang diberikan oleh pegadaian didasarkan atas
kepercayaan kepda debitur, sehingga dengan demikian pemberian kredit merupakan
pemberian kepercayaan kepada nasabah. Pemberian kredit oleh Pegadaian
dimaksudkan sebagai salah satu usaha Pegadaian untuk mendapatkan keuntungan.
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan
debitur, maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara
tertulis. Pada praktik perbankan bentuk dan format dari
perjanjian kredit diserahkan sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan namun
demikian ada hal hal yang tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian
tersebut sekurang kurangnya harus memenuhi keabsahan dan persyaratan secara
hukum, sekaligus juga harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit,
jangka waktu, tata cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya
yang lazim dalam perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut
perlu guna mencegah adanya pembatalan dari perjanjian yang dibuat, sehingga
dengan demikian pada saat dilakukan perbuatan hukum (perjanjian) tersebut
jangan sampai melanggar suatu ketentuan perundang-undangan. Sehingga dengan
demikin pejabat pegadaian harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek yuridis
yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah memberikan
perlindungan yang memadai bagi pegadaian.
DAFTAR
PUSTAKA
- Shofie, Yusuf. Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2008.
- Sitompul, Josua. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Cetakan Pertama. Jakarta: Tatanusa. 2012.
- Susanto, Happy. Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Cetakan Pertama. Jakarta: Visimedia. 2008.
- Usman, Rachmadi. Hukum Ekonomi Dalam Dinamika. Jakarta: Djambatan. 2000.
- Widjaja, Gunawan. Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000.
Nama Kelompok:
1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra
Sumber : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/39a4febb1fbf689a02081670ec91c98a.pdf
1. Ayu Riska
2. Andika Hari S
3. Benny Rianto
4. Suradharma Dwi Putra
Sumber : http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/39a4febb1fbf689a02081670ec91c98a.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar