Definisi Etika
Etika itu sendiri merupakan salah satu disiplin pokok
dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar berhasil
menjadi sebagai manusia (Franz Magnis-Suseno :1999)
Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos
mempunyai beragam arti : petama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai
apa yang harus, mesti, ugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung
jawab dan lain-lain. Kedua, pencairan ke dalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencairan kehidupan yang baik secara
moral (Tim Penulis Rasda Karya : 1995)
Menurut K. Bertens dalam buku Etika, merumuskan
pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama, etika digunakan
dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Kedua,
etika dalam pengertian kumpulan asas atau nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga,
etika sebagai ilmu tentang baik dan buruk
Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau
akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk, menerangkan apa
yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang
harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.
Definisi Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Kata bisnis dalam Al-Qur’an yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).
Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi
gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari
keuntungan.
Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib , fulanun
tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah
dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Ayat Bisnis Dalam Al-Qur’an
Al-Baqarah : 282
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu
melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. Dan hendaklah seorang di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang
berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya,
dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika orang yang berutang
itu orang kurang akalnya atau lemah (keadaanya), atau tidak mampu mendiktekan
sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah
dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada saksi dua orang
laki-laki, maka boleh seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara
orang-orang yang kamu sukai dari para saksi yang ada, agar jika ada yang
seorang lupa maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi
itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk
batas waktunya baik utang itu kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil
di sisi Allah, lebih dekat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu
kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang
kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak
menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah
penulis dipersulit dari begitu juga saksi. Jika kamu lakukan yang demikian,
maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah,
Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
An-Nisaa : 29
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil kecuali dalam
perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”.
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin memakan
harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara mencari keuntungan yang tidak
sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian dan yang serupa dengan itu
dari macam-macam tipu daya yang tampak seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at
tetapi Allah mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat
dari sipelaku untuk menghindari ketentuan hokum yang telah digariskan oleh
syari’at Allah. Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan
jalan perdagangan (perniagaan) yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh
kedua belah pihak yang bersangkutan.
At-Taubah : 24
“Katakanlah jika Bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasulnya
dan dari berjihad di jalan Allah maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusannya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”
Allah SWT memerintahkan orang-orang mukmin menjauhi
orang-orang kafir, walaupun mereka itu bapak-bapak, anak-anak, atau
saudara-saudara mereka sendiri, dan melarang untuk berkasih saying kepada
mereka yang masih lebih mengutamakan kekafiran mereka daripada beriman.
An-Nur : 37
“Bertasbih dan bertahmidlah Laki-laki yang tidak
dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah
dan dari membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (dihari itu) hati
dan penglihatan menjadi goncang”
Allah SWT berfirman menceritakan tentang
hamba-hamba-Nya dan memperoleh pancaran nur iman dan takwa di dada mereka,
bahwa mereka itu tekun dalam ibadahnya, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
selalu beri’tikaf di dalam masjidbertasbih, bertahmid dan bertahlil. Mereka
sekali-kali tidak tergoda dan tidak akan dilalaikan dari ibadah itu, kegiatan
yang mereka lakukan untuk mencari nafkah, berusaha dan berdagang (berniaga).
Mereka itu benar-benar cakap membagi waktu di antara kewajiban ukhrawi dan
kewajiban duniawi, sehingga tidak sedikitpun tergesr amal dan kewajiban ukhrawi
mereka oleh usaha duniawi mereka.
Fatir : 29
“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang kami
anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”
Allah SWT berfirman tentang hamba-hamba-Nya yang
mukmin yang selalu membaca kitab Allah dengan tekunnya, beriman bahwasanya
kitab itu adalah wahyu dari sisi-Nya kepada Rasul-Nya dan mengerjakan apa yang
terkandung di dalamnya seperti perintah shalat dan menafkahkan sebagian rezeki
yang Allah karuniakan kepadanya untuk tujuan-tujuan yang baik yang membawa
ridha Allah dan restu-Nya, menafkahkan secara diam-diam tidak diketahui orang
lain atau secara terang-terangan, mereka itulah dapat mengharapkan perdagangan
(perniagaan) yang tidak akan merugi dan akan disempurnakanlah oleh Allah pahala
mereka serta akan ditambah bagi mereka karunia-Nya berlipat ganda. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri amal-amal baik hamba-hamba-Nya
yang sekecil-kecilnya pun.
As-Shaff : 10
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku
tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab pedih?”
Al-Jum’ah : 11
“Dan apabila mereka melihat perdagangan atau
permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggallah engkau
(Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah , “Apa yang ada di sisi
Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki
yang terbaik”.
Kesimpulan
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan
dengan adil, sehingga seluruh bentuk transaksi yang menimbulkan ketidakadilan
dilarang, yaitu:
1. Talaqqi rukban dilarang karena pedagang yang
menyongsong di pinggir kota akan memperoleh keuntungan dari ketidaktahuan
penjual dari daerah pinggiran atau kampung akan harga yang berlaku di kota.
Mencegah masuknya pedagang desa ke kota ini (entry barrier), akan
menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
2. Mengurangi timbangan atau sukatan dilarang, karena
barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.
3. Menyembunyikan barang cacat karena penjual
mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk.
4. Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang,
karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma
kering yang ditukar tersebut.
5. Menukar satu takaran kurma kualitas bagus dengan
dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma
mempunyai harga pasarnya.
6. Transaksi Najasy dilarang, karena si penjual
menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar
orang lain tertarik.
7. Ikhtikar dilarang, karena bermaksud mengambil
keuntungan di atas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk
harga yang lebih tinggi.
8. Ghaban Fahisy dilarang, karena menjual di
atas harga pasar.[4]
[1] Lihat
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam, Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta:
IIIT Indonesia, 2002), hlm.3-7.
[2] Maxime
Rodinson, Islam dan Kapitalisme, terj. Asep hikmat, (Bandung: Iqra’,
1982).
[3] Ibid.
[4] Anas Zarqa,
“Qawaid al-Mubadalat fi al-Fiqh al-Islami” Review of Islamic Economics. Vol.
1 no. 2. (Leicester: International Association for Islamic Enonomics, 1991).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar